Para ahli bahasa dan orang-orang dari bidang ilmu lainnya tak henti-hentinya berspekulasi tentang asal mula bahasa. Memang teka-teki tentang asal mula bahasa itu menjadi kajian menarik bagi mereka yang menyukai misteri.
teori yang memuat spekulasi tentang asal mula bahasa manusia tidak pernah berakhir. Walaupun teka-teki itu dapat menjengkelkan, mungkin pula orang malah akan tergelitik untuk terus mencoba-coba mencari jawabannya.
Bersumber dari Bunyi Alam
Pandangan lain mengenai asal mula bahasa manusia didasarkan pada konsep bunyi alam. Pandangan itu sudah dikemukakan oleh para filsuf yunani kuno. Socrates menyatakan teorinya tentang asal mula bahasa dalam Cratylus Plato.Dalam dialog tersebut, Socrates mencatat bahwa dalam bahasa Yunani, bunyi r sering hilang dalam kata-kata yang mempunyai arti gerak dan bunyi l sering mengacu pada kelancaran. Dia menyimpulkan onomatope, atau peniruan bunyi-bunyi tindakan, merupakan dasar asal mula software laboratorium bahasa dan merupakan alasan mengapa ’yang benar’ dapat ditemukan untuk benda-benda yang menghasilkan bunyi.
Menurut pandangan itu kata-kata yang paling sederhana dapat merupakan tiruan bunyi alam yang didengar oleh manusia di lingkungannya. Kenyataan bahwa bahasa-bahasa modern memiliki beberapa kata yang mirip bunyi-bunyi alam dapat digunakan untuk mendukung teori itu. Dalam bahasa Jawa terdapat kata cicit, dan embik, digunakan sebagai sebutan nama-nama binatang yang berbunyi seperti kedua kata itu, yaitu tikus dan kambing. Dalam bahasa Inggris, terdapat kata cuckoo yang merupakan bunyi burung yang dijadikan nama burung itu sendiri, dan kata “bow – wow, bunyi salak anjing, yang akhirnya menjadikan teori ini disebut teori “bow-wow” (bow wow theory) yang dikemukakan oleh seorang peneliti Jerman Max Mueller.
Namun demikian teori itu mendapat bantahan. Kendati benar bahwa sejumlah kata dalam bahasa-bahasa tertentu bersifatonomatope (penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang dihubungkan dengan benda atau perbuatan).
Jaman Yunani Kuno
Sebagian besar terminologi yang di pergunakan oleh para ahli bahasa dalam mempelajari bahasa-bahasa modern dewasa ini diambil dari istilah-istilah yang dikemukakan oleh para sarjana Yunani, ketika para ahli filsafat dan ahli retorika bahasa dari bangsa itu memperkenalkannya dalam usahanya mempelajari bahasa. Catatan yang paling awal tentang minat bangsa Yunani dalam dunia bahasa biasanya dikaitkan dengan kaum Sofia dalam abad ke- 5 sebelum Masehi. Dalam bahasa Yunani, sophos berarti bijaksana,Sophia artinya kebijaksanaan, dengan demikian, sophists atau kaum sofia ialah sekelompok manusia yang mempelajari hal ikhwal tentang pemikiran-pemikiran orang-orang bijaksana.
Pada dasarnya, pemikiran kaum Sofia terhadap bahasa itu bersifat praktis, sebab mereka sebenarnya adalah guru retorika, yaitu seni debat terbuka. Kaum Sophia itu mempelajari pidato-pidato yang diucapkan oleh para ahli pidato dan mencatat unsur-unsur kebahasaan yang ada pada pidato-pidato tersebut. Kemudian mereka menasehati murid-muridnya (yang biasanya terdiri dari dari calon-calon ahli filsafat, retorika, dan politisi) untuk menggunakan kata-kata atau kalimat yang dipergunakan oleh para ahli pidato tadi. Jadi model berbahasa yang baik adalah berbahasa seperti yang disajikan oleh para ahli pidato pada jaman itu. Ilmuwan Yunani , yakni Plato yang sangat terkenal itu juga membenarkan hasil pengamatan Herodotus, bahwa pada jamannya sudah banyak kata-kata asing yang masuk ke dalam bahasa Yunani. Pendapat Plato itu dinyatakan dalam dialog Cratylus. Disamping pengamatannya terhadap masuknya kata-kata asing ke dalam bahasa Yunani, Plato memberi sumbangan pemikiran yang tidak kecil dalam studi tentang kebahasaan.
Jaman Pertengahan
Abad pertengahan ialah istilah yang dipergunakan untuk menandai periode dalam sejarah Eropa diantara jatuhnya Kekaisaran Romawi sebagai kekuasaan yang mampu membawa kebesaran pradaban dan administrasi, serangkaian peristiwa serta perubahan-perubahan kebudayaan yang dikenal sebagai jaman Renaissance, yang biasanya diterima sebagai pintu gerbang fase kehidupan modern.
Dalam abad 13, ada sekelompok sarjana filsafat yang dinamakan kaum Modistae. Kata modistae berasal dari kata modus, mode ataumood. Yang berarti cara bagaimana segala sesuatu itu bias ada. Kaum Modistae itu selalu terganggu oleh masalah filsafat yang selalu muncul dalam pikiran mereka. Kaum modistae membawa konsep filosofis itu ke dalam konsep bahasa. Hasilnya studi tentang bahasa dalam gramatika didasarkan pada logika. Mereka percaya bahwa bahasa itu sebagian besar mempunyai sifat universal, dan hanya sebagian kecil saja yang bersifat khusus.
Dalam sistem modistae, ada tiga modes yang diperkenalkan yaitu :
(1) Moth essensi (modes of existence), ialah cara bagaimana barang sesuatu itu ada
(2) Moth inteligendi (modes of perception) yaitu bagaimana melakukan persepsi terhadap sesuatu.
(3) Modi significandi (modes of signifying) ialah lambang yang melambangkan objek.
Diantara ketiga modi diatas, bagi kaum modistae dan penganut-penganut cartesius, modi intelegendilah yang paling penting karena bahasa-bahasa itu menganut prinsip logika, dan bahasa itu tunduk pada aturan-aturan (rule governed0). Sebaliknya, bagi penganut Bloomfield, modi significandi lah yang penting, karena moth significandi itu berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain, dan itulah yang menyebabkan bahasa itu mempunyai sifat unik. Unik artinya mempunyai cirri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Ciri khas ini bias menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem yang lain.
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa. Bahkan dalam mimpipun manusia menggunakan bahasa. Sehingga tidak salah kalau kita katakana bahwa bahasa itu dinamis.
Bahasa itu tidak statis, dalam semua bahasa ujaran-ujaran baru selalu diciptakan. Seorang anak yang belajar bahasa memiliki sifat aktif dalam membentuk dan menghasilkan ujaran-ujaran yang belum pernah didengar sebelumnya. Yang selanjutnya membentuk pola-pola baru sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan.
Sekian dari penjelasan di atas semoga bermanfaat dan jangan lupa kunjungi arionindonesia.co.id untuk informasi lebih lanjut. Terima Kasih